BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Menurut Kemenkes RI (2015) banyaknya
usia produktif yang jatuh sakit kemudian meninggal karena Penyakit Tidak
Menular (PTM), hal ini akan berpengaruh pada produktifitas negara. Biaya
pengobatan yang tinggi semakin memperberat beban biaya individu. PTM merupakan
beban ekonomi yang dapat menghambat pemberantasan kemiskinan dan pencapaian
pembangunan nasional maupun internasional. Kerugian negara yang berpenghasilan
rendah yang di akibatkan oleh PTM diperkirakan mencapai angka 7 milliar
dollar sejak 2011-2015, sedangkan
estimasi biaya yang dikeluarkan untuk menangani angka PTM di dunia mencapai 11,
2 Juta Dollar.
Menurut WHO dalam
Budiman B & dkk (2014) mengatakan
bahwa PTM adalah penyebab utama kematian di dunia. Proporsi kematian PTM terbesar dijumpai di
region WHO Asia Tenggara dan proporsinya meningkat dalam 12 tahun terakhir,
yaitu dari 6,7 juta pada tahun 2000 menjadi 8,5 juta tahun 2012 Jenis PTM yang sering
terjadi adalah hipertensi, penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, asma dan
penyakit sendi.
Hasil Riskesdas (2007) mengatakan PTM yang prevalesi kejadiannya paling
banyak adalah Cerebro Vaskuler Disease (CVD) / Stroke. Angka kematian yang disebabkan oleh stroke yaitu sebesar 17,5 juta atau
46,2 % kematian dari total seluruh kematian yang disebabkan oleh PTM. Stroke merupakan penyebab
tertinggi dari kematian sebelum berusia 70 tahun.
Menurut WHO (2013), stroke membunuh
hampir 130.000 dari 800.000 orang Amerika setiap tahunnya, stroke merupakan
penyebab 1 dari 20 kematian di Amerika, satu orang meninggal
setiap 4 menit karena stroke. Lebih dari 795.000 orang di
Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya dan 610.000 di antaranya penderita baru. Biaya pengobatan
stroke di Amerika Serikat mencapai
$ 34 juta per tahun. Jumlah ini termasuk biaya pelayanan kesehatan, obat-obatan untuk mengobati stroke, dan pensiunan karena stroke. sekitar 610.000 orang di
Amerika Serikat memiliki resiko terhadap stroke yang
berada diluar kendali seperti usia, jenis
kelamin, dan budaya.
Stroke merupakan
penyebab utama kematian dan menempati urutan ketiga terbesar di dunia. Stroke
banyak terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Hasil
survei di Pakistan menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stroke yang masih
hidup sekitar 19% dan perkiraan kejadian stroke tahunan 250 per 100.000
penduduk. (Kamal, A. K, Dkk, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015),
Indonesia merupakan tuan rumah PTM se-ASEAN, hasil survey yang terbaru
menyebutkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia ialah penyakit Penyakit
Kardiovaskular sebanyak 12,9%, penyakit komplikasi diabetes mellitus sebanyak
6,7% dan Stroke sebanyak 21,1%.
Menurut
Riskesdas (2013), mengatakan prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan pendidikan rendah yaitu sebesar 16,5‰, dan prevalensi gejala
stroke yaitu sebesar 32,8‰. Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di
desa, yaitu sebanyak 8,2‰ dan prevalensi gejala stroke sebanyak 12,7‰.
Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja sebanyak 11,4‰ dan yang didiagnosis gejala
sebanyak 18‰. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi
pada masyarakat kurang mampu dan menengah ke bawah masing masing sebesar 13,1
dan 12,6 %0.
Menurut Kemenkes RI (2011), mengatakan bahwa Stroke
merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke
mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi bagi keluarga
penderita, masyarakat, dan negara. Stroke dapat menyerang siapa saja, kapan
saja & di mana saja tanpa memandang usia. Di Indonesia, setiap 1000 orang,
8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian
pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia,
1 diantaranya karena stroke.
Menurut
riskesdas, 2013 mengatakan Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset
dari tenaga kesehatan (nakes) sebesar 7 %0. Prevalensi Stroke
berdasarkan riset dari nakes tertinggi terjadi di Sulawesi Utara yaitu sebesar
10,8‰, diikuti oleh daerah DI Yogyakarta sebesar 10,3‰, dan daerah Bangka
Belitung dan DKI Jakarta masing-masing sebesar 9,7 %0. Prevalensi
Stroke berdasarkan riset dari nakes mendapatkan hasil gejala stroke tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan sebesar 17,9‰, DI Yogyakarta sebesar 16,9‰, Sulawesi Tengah sebesar 16,6‰, di ikuti
daerah Jawa Timur sebesar 16 %0.
Stroke
melibatkan penderitanya dalam pengobatan yang membutuhkan waktu jangka panjang,
salah satu terapi yang sering digunakan
dalam pengobatan stroke adalah terapi obat. Terapi obat sangat efektif dalam menyembuhkan penyakit stroke, tetapi keekfektifan tersebut
tidak tersadari oleh pasien, karena sekitar 50% pasien tidak patuh dalam penggunaan
obat yang diresepkan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pengobatan di antaranya adalah faktor dari pasien seperti
kurang perdulinya terhadap kesehatan dan kurangnya
keterlibatan pasien dalam proses
pengambilan keputusan pengobatan, tenaga medis seperti hambatan komunikasi, kominikasi yang
kurang mengenai efek samping obat, dan kurangnya penyediaan tenaga kesehatan
dan tenaga kesehatan lainya seperti keterbatasan waktu luang, keterbatasan
akses pelayanan perawatan, dan kurangnya teknologi informasi kesehatan. (Marie T. & Jennifer K, 2011).
Menurut
laporan yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2003, tingkat kepatuhan
mengkonsumsi obat di negara maju rata-rata hanya sekitar 50%, Kepatuhan
merupakan faktor kunci yang mempengaruhi efektivitas terapi farmakologis.
Prevalensi ketidakpatuhan mengkonsumsi obat di semua rumah sakit Amerika Serikat adalah
sekitar > dari total jumlah pasien. Kepatuhan terhadap
obat dapat mengurangi risiko kejadian terburuk dari stroke sebesar 26%. Namun,
hasil studi melaporkan tingkat kepatuhan terhadap obat jantung berkisar hanya
27-77% dan kepatuhan pada pasien stroke dalam 2 tahun pertama terdiagnosa hanya
68% dan masih ada 32% pasien stroke yang tidak patuh terhadap terapi obat (Kamal,
A. K, Dkk, 2012). (Marie
T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan
minum obat pada pasien stroke dapat diatasi dengan beberapa faktor seperti pelaksanaan rekam
medis elektronik dan resep elektronik, hal ini memudahkan untuk mengingatkan
pasien akan resep yang diberikan oleh dokter sehingga memiliki potensi untuk
meningkatkan kepatuhan pasien mengidentifikasi risiko ketidakpatuhan dan memberikan
target kepada pasien terkait pengobatan. Memberikan obat yang diperuntukan
dalam jangka panjang dimulai sejak pasien dirawat inap. Hasil analisis dari
EPILOG (Evaluation of PTCA to Improve
Long-term Outcome) mengatakan pasien menganggap bahwa obat yang diminum
saat mereka berada di rumah sakit sangat penting bagi proses kesembuhan pasien.
Faktor rekonsiliasi obat yang sesuai. Rekonsiliasi obat adalah proses
menciptakan daftar resep yang paling akurat, mulai dari nama obat, dosis, efek
sampng, frekuensi, dan rute, dan membandingkan bahwa terapi pengobatan dengan
rawat inap. Tujuan dari rekonsiliasi obat menurut the Joint Commission on Accreditation
of Healthcare Organization
adalah
untuk memastikan pemberian obat yang benar untuk pasien dan menghindari kesalahan
pemberian obat.
(Marie T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan
minum obat dapat meningkatkan angka
kematian pasien stroke. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis untuk kondisi hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes akan meningkatkan derajat kesehatan dan bermanfat bagi
perekonomian. Penyebab ketidakpatuhan minum obat di kategorikan
sebagai multifaktor. WHO mengklasifikasikan
faktor-faktor ini ke dalam 5 kategori
yaitu faktor sosial ekonomi, faktor yang
terkait dengan tim kesehatan,
faktor penyakit, faktor terkait terapi, dan faktor
dari pasien itu sendiri. Dan faktor yang sangat banyak
ditemukan adalah faktor dari pasien. (Marie T. & Jennifer K. 2011).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
“apakah ada hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien stroke
di RS Hardjolukito Yogyakarta?”.
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah
diketahuinya hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien
stroke di RS Hardjolukito Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus
a. Diketahuinya
kepatuhan minum obat pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
b. Diketahuinya
perkembangan mobilitas pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
c. Diketahuinya
keeratan hubungan antara variabel pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Bagi
ilmu pengetahuan keperawatan, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan ilmu keperawatan medikal bedah.
2.
Manfaat praktis
a. Bagi
Institusi Universitas Respati Yogyakarta
Sebagai tambahan kepustakaan untuk
pembaca khususnya mahasiswa Universitas Respati Yogyakarta.
b. Bagi
RS Hardjolukito
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan
pada penderita stroke, terutama hubungan antara kepatuhan minum obat
perkembangan mobilisasi pada pasien stroke, sehingga dapat meningkatkan
kepedulian penduduk untuk menjaga berat badan yang ideal.
E.
Keaslian
Penelitian
Penelitian yang
dilakukan Dini Oktaviani (2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat
Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”. Desain
penelitian ini menggunakan correlational pada 33 anak penderita
tuberkulosis paru yang menjalani rawat jalan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Semarang. Subyek dipilih secara consecutive sampling. Data
kepatuhan minum obat diperolah dari kuesioner yang diisi melalui wawancara
dengan orang tua pasien.. Data asupan makan diperoleh melalui Semi
Quantitative Food Frequency Questioner dan dianalisis dengan Nutrisurvey.
Status gizi dinilai berdasarkan Weight for Age Z Score (WAZ) mengacu
pada baku rujukan WHO Antro 2005. Analisis bivariat menggunakan korelasi
parsial. Hasilnya adalah tidak terdapat hubungan kepatuhan minum obat dengan
status gizi anak penderita tuberkulosis paru (r=0,218; p=0,223).
Penelitian yang dilakukan
Yetiana Valentin Puspaningrum (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas
dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta” Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dan
desain kuantitatif. Sedangkan rancangan penelitian menggunakan studi cross
sectional. Populasi penelitian adalah pasien stroke yang menjalani rawat
inap di ruang Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakrta pada bulan April-Mei 2013.
Jumlah sampel penelitian sebanyak 80 pasien, menggunakan tehnik accidental
sampling. Instrumen penelitian menggunakan check list dan lembar
observasi. Uji hipotesis menggunakan uji Chi-Square. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah : (1) Ada hubungan antara status gizi dengan risiko terjadinya
dekubitus pada pasien stroke, (2) Ada hubungan antara mobilitas dengan risiko
terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penelitian yang
dilakukan Marisca Chlarin
Horhoruw (2015)
dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post
operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado”.
Desain Penelitian: dekriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel
dengan cara total sampling berjumlah 30 sampel. Hasil penelitian: Menggunakan uji Chi-Square pada Fisher
exact dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 atau 95% didapatkan nilai P= 0,003.
Kesimpulan yaitu ada hubungan
motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operasi sectio
caesarea di ruangan Melati RS. TK. III. R.W Mongisidi Manado.
Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan penelitian yang dilakukan Dini Oktaviani
(2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan
Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”, yaitu pertama, peneliti
menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang
digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat
yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan penelitian yang dilakukan Yetiana Valentin Puspaningrum (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas
dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel
terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien
stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah
di Rs.Hardjolukito.
Adapun perbedaan
pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan Marisca
Chlarin Horhoruw (2015)
dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post
operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado”, yaitu pertama, peneliti
menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang
digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat
yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
No comments:
Post a Comment