adsensecham

Thursday, November 12, 2015

Contoh kesimpulan dan saran makalah



BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot  dan disertai dengan kelelahan semakin memburuk setelah beraktivitas dan berkurang setelah beristirahat. Penyakit ini  kemungkinan dapat diakibatkan oleh adanya antibodi trehadap reseptor saraf otot dan penggunaan obat-obatan seperti antibiotik, obat anti aritmia, difenilhidation, litium, clorpromazin, pelemas otot, levotrikosin, ACTH serta penggunaan kortikosteroid  intermiten  ini timbul karena adanya gangguan dari Synaptictrans mission atau pada neuromuscular  junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia gravis  dapat didiagnosis dengan pemeriksaan laboratorium, imaging, pendekatan elektrodiagnostik. Penyakit ini diklasifikasikan sesuai dengan tingkat keparahan nya. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal nafas, disfagia, krisi miastenik, krisis kolinergik.
Penatalaksanaan miastenia gravis  bertujuan meningkatkan pengobatan pada obat antikolinetrase dan mengeluarkan sirkulasi antibodi, terapi miastenia gravis mencakup agen antikolnesterase dan terapi imunosupresif yang terdiri dari plasma feresis dan timektomi. Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu mempengaruhi transmisi neuromuskuler, mempengaruhi proses imunologik, penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.
B.     Saran
Dengan adanya  makalah  ini, semoga dapat digunakan  sebagai pedoman bagi  pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian  asuhan keperawatan secara profesional. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan dan penanggulangan untuk menghindari penyakit miastenia gravis ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

ASKEP MIASTENIA GRAVIS



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Menurut Kemenkes RI (2015) banyaknya usia produktif yang jatuh sakit kemudian meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM), hal ini akan berpengaruh pada produktifitas negara. Biaya pengobatan yang tinggi semakin memperberat beban biaya individu. PTM merupakan beban ekonomi yang dapat menghambat pemberantasan kemiskinan dan pencapaian pembangunan nasional maupun internasional. Kerugian negara yang berpenghasilan rendah yang di akibatkan oleh PTM diperkirakan mencapai angka 7 milliar dollar  sejak 2011-2015, sedangkan estimasi biaya yang dikeluarkan untuk menangani angka PTM di dunia mencapai 11, 2 Juta Dollar.
Menurut WHO dalam Budiman B & dkk (2014)  mengatakan bahwa PTM adalah penyebab utama kematian di dunia. Proporsi kematian PTM terbesar dijumpai di region WHO Asia Tenggara dan proporsinya meningkat dalam 12 tahun terakhir, yaitu dari 6,7 juta pada tahun 2000 menjadi 8,5 juta tahun 2012 Jenis PTM yang sering terjadi adalah hipertensi, penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, asma dan penyakit sendi. Hasil Riskesdas (2007) mengatakan PTM yang prevalesi kejadiannya paling banyak adalah Cerebro Vaskuler Disease (CVD) / Stroke.  Angka kematian yang disebabkan oleh stroke yaitu sebesar 17,5 juta atau 46,2 % kematian dari total seluruh kematian yang disebabkan oleh PTM. Stroke merupakan penyebab tertinggi dari kematian sebelum berusia 70 tahun.
Menurut WHO (2013), stroke membunuh hampir 130.000 dari 800.000 orang Amerika setiap tahunnya, stroke merupakan penyebab 1 dari 20 kematian di Amerika, satu orang meninggal setiap 4 menit karena stroke. Lebih dari 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya dan 610.000 di antaranya penderita baru. Biaya pengobatan stroke di Amerika Serikat mencapai $ 34 juta per tahun. Jumlah ini termasuk biaya pelayanan kesehatan, obat-obatan untuk mengobati stroke, dan pensiunan karena stroke. sekitar 610.000 orang di Amerika Serikat memiliki resiko terhadap stroke yang berada diluar kendali seperti usia, jenis kelamin, dan budaya.
Stroke merupakan penyebab utama kematian dan menempati urutan ketiga terbesar di dunia. Stroke banyak terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Hasil survei di Pakistan menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stroke yang masih hidup sekitar 19% dan perkiraan kejadian stroke tahunan 250 per 100.000 penduduk. (Kamal, A. K, Dkk, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015), Indonesia merupakan tuan rumah PTM se-ASEAN, hasil survey yang terbaru menyebutkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia ialah penyakit Penyakit Kardiovaskular sebanyak 12,9%, penyakit komplikasi diabetes mellitus sebanyak 6,7% dan Stroke sebanyak 21,1%.
Menurut Riskesdas (2013), mengatakan prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah yaitu sebesar 16,5‰, dan prevalensi gejala stroke yaitu sebesar 32,8‰. Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa, yaitu sebanyak 8,2‰ dan prevalensi gejala stroke sebanyak 12,7‰. Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja  sebanyak 11,4‰ dan yang didiagnosis gejala sebanyak 18‰. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada masyarakat kurang mampu dan menengah ke bawah masing masing sebesar 13,1 dan 12,6 %0.
Menurut Kemenkes RI (2011),  mengatakan bahwa Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Stroke dapat menyerang siapa saja, kapan saja & di mana saja tanpa memandang usia. Di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke.
Menurut riskesdas, 2013 mengatakan Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset dari tenaga kesehatan (nakes) sebesar 7 %0. Prevalensi Stroke berdasarkan riset dari nakes tertinggi terjadi di Sulawesi Utara yaitu sebesar 10,8‰, diikuti oleh daerah DI Yogyakarta sebesar 10,3‰, dan daerah Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing sebesar 9,7 %0. Prevalensi Stroke berdasarkan riset dari nakes mendapatkan hasil gejala stroke tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan sebesar 17,9‰, DI Yogyakarta sebesar  16,9‰, Sulawesi Tengah sebesar 16,6‰, di ikuti daerah Jawa Timur sebesar 16 %0.
Stroke melibatkan penderitanya dalam pengobatan yang membutuhkan waktu jangka panjang,  salah satu terapi yang sering digunakan dalam pengobatan stroke adalah terapi obat. Terapi obat sangat efektif dalam menyembuhkan penyakit stroke, tetapi keekfektifan tersebut tidak tersadari oleh pasien, karena sekitar 50% pasien tidak patuh dalam penggunaan obat yang diresepkan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pengobatan di antaranya adalah faktor dari pasien seperti kurang perdulinya terhadap kesehatan dan kurangnya keterlibatan pasien dalam proses pengambilan keputusan pengobatan, tenaga medis  seperti hambatan komunikasi, kominikasi yang kurang mengenai efek samping obat, dan kurangnya penyediaan tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan lainya seperti keterbatasan waktu luang, keterbatasan akses pelayanan perawatan, dan kurangnya teknologi informasi kesehatan. (Marie T. & Jennifer K, 2011).
      Menurut laporan yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2003, tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat di negara maju rata-rata hanya sekitar 50%, Kepatuhan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi efektivitas terapi farmakologis. Prevalensi ketidakpatuhan mengkonsumsi obat  di semua rumah sakit Amerika Serikat adalah sekitar   >  dari total jumlah pasien. Kepatuhan terhadap obat dapat mengurangi risiko kejadian terburuk dari stroke sebesar 26%. Namun, hasil studi melaporkan tingkat kepatuhan terhadap obat jantung berkisar hanya 27-77% dan kepatuhan pada pasien stroke dalam 2 tahun pertama terdiagnosa hanya 68% dan masih ada 32% pasien stroke yang tidak patuh terhadap terapi obat (Kamal, A. K, Dkk, 2012). (Marie T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan minum obat pada pasien stroke dapat diatasi dengan  beberapa faktor seperti pelaksanaan rekam medis elektronik dan resep elektronik, hal ini memudahkan untuk mengingatkan pasien akan resep yang diberikan oleh dokter sehingga memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien mengidentifikasi risiko ketidakpatuhan dan memberikan target kepada pasien terkait pengobatan. Memberikan obat yang diperuntukan dalam jangka panjang dimulai sejak pasien dirawat inap. Hasil analisis dari EPILOG (Evaluation of PTCA to Improve Long-term Outcome) mengatakan pasien menganggap bahwa obat yang diminum saat mereka berada di rumah sakit sangat penting bagi proses kesembuhan pasien. Faktor rekonsiliasi obat yang sesuai. Rekonsiliasi obat adalah proses menciptakan daftar resep yang paling akurat, mulai dari nama obat, dosis, efek sampng, frekuensi, dan rute, dan membandingkan bahwa terapi pengobatan dengan rawat inap. Tujuan dari rekonsiliasi obat menurut the Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization adalah untuk memastikan pemberian obat yang benar untuk pasien dan menghindari kesalahan pemberian obat. (Marie T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan minum obat dapat  meningkatkan angka kematian pasien stroke. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis untuk kondisi hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes akan meningkatkan derajat kesehatan dan bermanfat bagi perekonomian. Penyebab ketidakpatuhan minum obat di kategorikan sebagai multifaktor. WHO mengklasifikasikan faktor-faktor ini ke dalam 5 kategori yaitu faktor sosial ekonomi, faktor yang terkait dengan tim kesehatan, faktor penyakit, faktor terkait terapi, dan faktor dari pasien itu sendiri. Dan faktor yang sangat banyak ditemukan adalah faktor dari pasien. (Marie T. & Jennifer K. 2011).

B.     Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang di atas, maka  rumusan  masalah  dalam  penelitian ini adalah “apakah ada hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien stroke di RS Hardjolukito Yogyakarta?”.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
      Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien stroke di RS Hardjolukito Yogyakarta.
2.      Tujuan khusus
a.       Diketahuinya kepatuhan minum obat pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
b.      Diketahuinya perkembangan mobilitas pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
c.       Diketahuinya keeratan hubungan antara variabel pada pasien stroke di RS Hardjolukito.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Bagi ilmu pengetahuan keperawatan, penelitian ini bermanfaat untuk  meningkatkan ilmu keperawatan medikal bedah.
2.      Manfaat praktis
a.       Bagi Institusi Universitas Respati Yogyakarta
Sebagai tambahan kepustakaan untuk pembaca khususnya mahasiswa Universitas Respati Yogyakarta.
b.      Bagi RS Hardjolukito
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada penderita stroke, terutama hubungan antara kepatuhan minum obat perkembangan mobilisasi pada pasien stroke, sehingga dapat meningkatkan kepedulian penduduk untuk menjaga berat badan yang ideal.

E.     Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan Dini Oktaviani (2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”. Desain penelitian ini menggunakan correlational pada 33 anak penderita tuberkulosis paru yang menjalani rawat jalan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang. Subyek dipilih secara consecutive sampling. Data kepatuhan minum obat diperolah dari kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan orang tua pasien.. Data asupan makan diperoleh melalui Semi Quantitative Food Frequency Questioner dan dianalisis dengan Nutrisurvey. Status gizi dinilai berdasarkan Weight for Age Z Score (WAZ) mengacu pada baku rujukan WHO Antro 2005. Analisis bivariat menggunakan korelasi parsial. Hasilnya adalah tidak terdapat hubungan kepatuhan minum obat dengan status gizi anak penderita tuberkulosis paru (r=0,218; p=0,223).
Penelitian yang dilakukan Yetiana Valentin Puspaningrum  (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta” Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dan desain kuantitatif. Sedangkan rancangan penelitian menggunakan studi cross sectional. Populasi penelitian adalah pasien stroke yang menjalani rawat inap di ruang Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakrta pada bulan April-Mei 2013. Jumlah sampel penelitian sebanyak 80 pasien, menggunakan tehnik accidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan check list dan lembar observasi. Uji hipotesis menggunakan uji Chi-Square. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Ada hubungan antara status gizi dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke, (2) Ada hubungan antara mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penelitian yang dilakukan  Marisca Chlarin Horhoruw (2015) dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado”. Desain Penelitian: dekriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling berjumlah 30 sampel. Hasil penelitian: Menggunakan uji Chi-Square pada Fisher exact dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 atau 95% didapatkan nilai P= 0,003. Kesimpulan yaitu ada hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operasi sectio caesarea di ruangan Melati RS. TK. III. R.W Mongisidi Manado.
     Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Dini Oktaviani (2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
     Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Yetiana Valentin Puspaningrum  (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Marisca Chlarin Horhoruw (2015) dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.













HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN PERKEMBANGAN MOBILITAS STROKE



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Menurut Kemenkes RI (2015) banyaknya usia produktif yang jatuh sakit kemudian meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM), hal ini akan berpengaruh pada produktifitas negara. Biaya pengobatan yang tinggi semakin memperberat beban biaya individu. PTM merupakan beban ekonomi yang dapat menghambat pemberantasan kemiskinan dan pencapaian pembangunan nasional maupun internasional. Kerugian negara yang berpenghasilan rendah yang di akibatkan oleh PTM diperkirakan mencapai angka 7 milliar dollar  sejak 2011-2015, sedangkan estimasi biaya yang dikeluarkan untuk menangani angka PTM di dunia mencapai 11, 2 Juta Dollar.
Menurut WHO dalam Budiman B & dkk (2014)  mengatakan bahwa PTM adalah penyebab utama kematian di dunia. Proporsi kematian PTM terbesar dijumpai di region WHO Asia Tenggara dan proporsinya meningkat dalam 12 tahun terakhir, yaitu dari 6,7 juta pada tahun 2000 menjadi 8,5 juta tahun 2012 Jenis PTM yang sering terjadi adalah hipertensi, penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, asma dan penyakit sendi. Hasil Riskesdas (2007) mengatakan PTM yang prevalesi kejadiannya paling banyak adalah Cerebro Vaskuler Disease (CVD) / Stroke.  Angka kematian yang disebabkan oleh stroke yaitu sebesar 17,5 juta atau 46,2 % kematian dari total seluruh kematian yang disebabkan oleh PTM. Stroke merupakan penyebab tertinggi dari kematian sebelum berusia 70 tahun.
Menurut WHO (2013), stroke membunuh hampir 130.000 dari 800.000 orang Amerika setiap tahunnya, stroke merupakan penyebab 1 dari 20 kematian di Amerika, satu orang meninggal setiap 4 menit karena stroke. Lebih dari 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya dan 610.000 di antaranya penderita baru. Biaya pengobatan stroke di Amerika Serikat mencapai $ 34 juta per tahun. Jumlah ini termasuk biaya pelayanan kesehatan, obat-obatan untuk mengobati stroke, dan pensiunan karena stroke. sekitar 610.000 orang di Amerika Serikat memiliki resiko terhadap stroke yang berada diluar kendali seperti usia, jenis kelamin, dan budaya.
Stroke merupakan penyebab utama kematian dan menempati urutan ketiga terbesar di dunia. Stroke banyak terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Hasil survei di Pakistan menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stroke yang masih hidup sekitar 19% dan perkiraan kejadian stroke tahunan 250 per 100.000 penduduk. (Kamal, A. K, Dkk, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015), Indonesia merupakan tuan rumah PTM se-ASEAN, hasil survey yang terbaru menyebutkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia ialah penyakit Penyakit Kardiovaskular sebanyak 12,9%, penyakit komplikasi diabetes mellitus sebanyak 6,7% dan Stroke sebanyak 21,1%.
Menurut Riskesdas (2013), mengatakan prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah yaitu sebesar 16,5‰, dan prevalensi gejala stroke yaitu sebesar 32,8‰. Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa, yaitu sebanyak 8,2‰ dan prevalensi gejala stroke sebanyak 12,7‰. Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja  sebanyak 11,4‰ dan yang didiagnosis gejala sebanyak 18‰. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada masyarakat kurang mampu dan menengah ke bawah masing masing sebesar 13,1 dan 12,6 %0.
Menurut Kemenkes RI (2011),  mengatakan bahwa Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Stroke dapat menyerang siapa saja, kapan saja & di mana saja tanpa memandang usia. Di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke.
Menurut riskesdas, 2013 mengatakan Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset dari tenaga kesehatan (nakes) sebesar 7 %0. Prevalensi Stroke berdasarkan riset dari nakes tertinggi terjadi di Sulawesi Utara yaitu sebesar 10,8‰, diikuti oleh daerah DI Yogyakarta sebesar 10,3‰, dan daerah Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing sebesar 9,7 %0. Prevalensi Stroke berdasarkan riset dari nakes mendapatkan hasil gejala stroke tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan sebesar 17,9‰, DI Yogyakarta sebesar  16,9‰, Sulawesi Tengah sebesar 16,6‰, di ikuti daerah Jawa Timur sebesar 16 %0.
Stroke melibatkan penderitanya dalam pengobatan yang membutuhkan waktu jangka panjang,  salah satu terapi yang sering digunakan dalam pengobatan stroke adalah terapi obat. Terapi obat sangat efektif dalam menyembuhkan penyakit stroke, tetapi keekfektifan tersebut tidak tersadari oleh pasien, karena sekitar 50% pasien tidak patuh dalam penggunaan obat yang diresepkan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pengobatan di antaranya adalah faktor dari pasien seperti kurang perdulinya terhadap kesehatan dan kurangnya keterlibatan pasien dalam proses pengambilan keputusan pengobatan, tenaga medis  seperti hambatan komunikasi, kominikasi yang kurang mengenai efek samping obat, dan kurangnya penyediaan tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan lainya seperti keterbatasan waktu luang, keterbatasan akses pelayanan perawatan, dan kurangnya teknologi informasi kesehatan. (Marie T. & Jennifer K, 2011).
      Menurut laporan yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2003, tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat di negara maju rata-rata hanya sekitar 50%, Kepatuhan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi efektivitas terapi farmakologis. Prevalensi ketidakpatuhan mengkonsumsi obat  di semua rumah sakit Amerika Serikat adalah sekitar   >  dari total jumlah pasien. Kepatuhan terhadap obat dapat mengurangi risiko kejadian terburuk dari stroke sebesar 26%. Namun, hasil studi melaporkan tingkat kepatuhan terhadap obat jantung berkisar hanya 27-77% dan kepatuhan pada pasien stroke dalam 2 tahun pertama terdiagnosa hanya 68% dan masih ada 32% pasien stroke yang tidak patuh terhadap terapi obat (Kamal, A. K, Dkk, 2012). (Marie T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan minum obat pada pasien stroke dapat diatasi dengan  beberapa faktor seperti pelaksanaan rekam medis elektronik dan resep elektronik, hal ini memudahkan untuk mengingatkan pasien akan resep yang diberikan oleh dokter sehingga memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien mengidentifikasi risiko ketidakpatuhan dan memberikan target kepada pasien terkait pengobatan. Memberikan obat yang diperuntukan dalam jangka panjang dimulai sejak pasien dirawat inap. Hasil analisis dari EPILOG (Evaluation of PTCA to Improve Long-term Outcome) mengatakan pasien menganggap bahwa obat yang diminum saat mereka berada di rumah sakit sangat penting bagi proses kesembuhan pasien. Faktor rekonsiliasi obat yang sesuai. Rekonsiliasi obat adalah proses menciptakan daftar resep yang paling akurat, mulai dari nama obat, dosis, efek sampng, frekuensi, dan rute, dan membandingkan bahwa terapi pengobatan dengan rawat inap. Tujuan dari rekonsiliasi obat menurut the Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization adalah untuk memastikan pemberian obat yang benar untuk pasien dan menghindari kesalahan pemberian obat. (Marie T. & Jennifer K. 2011).
Ketidakpatuhan minum obat dapat  meningkatkan angka kematian pasien stroke. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis untuk kondisi hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes akan meningkatkan derajat kesehatan dan bermanfat bagi perekonomian. Penyebab ketidakpatuhan minum obat di kategorikan sebagai multifaktor. WHO mengklasifikasikan faktor-faktor ini ke dalam 5 kategori yaitu faktor sosial ekonomi, faktor yang terkait dengan tim kesehatan, faktor penyakit, faktor terkait terapi, dan faktor dari pasien itu sendiri. Dan faktor yang sangat banyak ditemukan adalah faktor dari pasien. (Marie T. & Jennifer K. 2011).

B.     Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang di atas, maka  rumusan  masalah  dalam  penelitian ini adalah “apakah ada hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien stroke di RS Hardjolukito Yogyakarta?”.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
      Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya hubungan kepatuhan minum obat dengan perkembangan mobilitas pasien stroke di RS Hardjolukito Yogyakarta.
2.      Tujuan khusus
a.       Diketahuinya kepatuhan minum obat pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
b.      Diketahuinya perkembangan mobilitas pada pasien stroke di RS Hardjolukito.
c.       Diketahuinya keeratan hubungan antara variabel pada pasien stroke di RS Hardjolukito.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Bagi ilmu pengetahuan keperawatan, penelitian ini bermanfaat untuk  meningkatkan ilmu keperawatan medikal bedah.
2.      Manfaat praktis
a.       Bagi Institusi Universitas Respati Yogyakarta
Sebagai tambahan kepustakaan untuk pembaca khususnya mahasiswa Universitas Respati Yogyakarta.
b.      Bagi RS Hardjolukito
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada penderita stroke, terutama hubungan antara kepatuhan minum obat perkembangan mobilisasi pada pasien stroke, sehingga dapat meningkatkan kepedulian penduduk untuk menjaga berat badan yang ideal.

E.     Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan Dini Oktaviani (2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”. Desain penelitian ini menggunakan correlational pada 33 anak penderita tuberkulosis paru yang menjalani rawat jalan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang. Subyek dipilih secara consecutive sampling. Data kepatuhan minum obat diperolah dari kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan orang tua pasien.. Data asupan makan diperoleh melalui Semi Quantitative Food Frequency Questioner dan dianalisis dengan Nutrisurvey. Status gizi dinilai berdasarkan Weight for Age Z Score (WAZ) mengacu pada baku rujukan WHO Antro 2005. Analisis bivariat menggunakan korelasi parsial. Hasilnya adalah tidak terdapat hubungan kepatuhan minum obat dengan status gizi anak penderita tuberkulosis paru (r=0,218; p=0,223).
Penelitian yang dilakukan Yetiana Valentin Puspaningrum  (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta” Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dan desain kuantitatif. Sedangkan rancangan penelitian menggunakan studi cross sectional. Populasi penelitian adalah pasien stroke yang menjalani rawat inap di ruang Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakrta pada bulan April-Mei 2013. Jumlah sampel penelitian sebanyak 80 pasien, menggunakan tehnik accidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan check list dan lembar observasi. Uji hipotesis menggunakan uji Chi-Square. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Ada hubungan antara status gizi dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke, (2) Ada hubungan antara mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penelitian yang dilakukan  Marisca Chlarin Horhoruw (2015) dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado”. Desain Penelitian: dekriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling berjumlah 30 sampel. Hasil penelitian: Menggunakan uji Chi-Square pada Fisher exact dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 atau 95% didapatkan nilai P= 0,003. Kesimpulan yaitu ada hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operasi sectio caesarea di ruangan Melati RS. TK. III. R.W Mongisidi Manado.
     Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Dini Oktaviani (2011) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru”, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
     Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Yetiana Valentin Puspaningrum  (2013) dengan judul “Hubungan antara status gizi dan mobilitas dengan risiko terjadinya dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.
Adapun perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan  penelitian yang dilakukan Marisca Chlarin Horhoruw (2015) dengan judul “Hubungan motivasi perawat dengan kemampuan mobilisasi pasien post operas sectio caesarea di ruang melati Rs. Tk III R.W. Mongisidi Manado, yaitu pertama, peneliti menggunakan variabel terikat perkembangan mobilitas. Kedua, responden yang digunakan adalah pasien stroke baik laki-laki maupun perempuan. Keempat, tempat yang digunakan adalah di Rs.Hardjolukito.















DAFTAR PUSTAKA
·         Depkes RI. (2013). Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Penyakit Tidak Menular Regional Asean. Jakarta.
·         Budiman B; dk.  (2014). Riwayat Konsumsi Makanan Penderita Stroke yang Masuk Rumah Sakit. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Desember, 2014 Vol. 37 (2): 101-108. Available from: http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Accessed 2 November 2015.
·         Depkes RI. (2011).8 dari 1000 Orang Di Indonesia Terkena Stroke. Jakarta.
·         Kamal, A. K., Shaikh, Q., Pasha, O., Azam, I., Islam, M., Memon, A. A., et al. (2015). A randomized controlled behavioral intervention trial to improve medication adherence in adult stroke patients with prescription tailored Short Messaging Service (SMS)-SMS4Stroke study. BioMed Central, October, 21.15:212. Available from :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed. Accessed 2 November 2015.
·         Marie T. & Jennifer K. (2011). Medication Adherence: WHO Cares?. Mayo Clin Proc, April 2011;86(4):304-314. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov Accessed 2 November 2015.
·         Centers for Disease Control and Prevention (CDC)., 2015. Know The Facts About Stroke. March, MMWR, 2015;1(1): 1-2. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/facts.htm  Accessed 2 November 2015.
·         Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2010), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
·         Goldstein B. L. (2009). A Primer on Stroke Prevention Treatment : An Overview Based on AHA/ASA Guidelines. Wiley-Blackwell : Oxford