adsensecham

Saturday, September 24, 2016

PATHWAY ANEMIA


PATHWAY DM TIPE II



KOMPREHENSIF  II
PADA KELUARGA DENGAN TB PARU DAN HYGIENE SANITASI BURUK
Dosen pengampu : Fajarina Lathu, S.Kep., Ns., M. Kep

 







OLEH :
KELAS A9.2
KELOMPOK 4
  1. DEKA SAPUTRA                            (12130057)
  2. WINDA YUNIARTI                        (12130064)
  3. NI WAYAN SURYANTINI            (12130071)
  4. RONI LAKSONO                            (12130073)
  5. YOGA ADITIYA                             (12130087)


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016


ASKEP KOMPREHENSIF PADA KELUARGA DENGAN TB PARU DAN HYGIENE SANITASI BURUK
Kasus :
Nenek W berusia 60 tahun mengeluh sudah hamper 6 bulan yang lalu batuk berdahak & sesak nafas. Nenek W juga mengeluh, pada malam hari sering berkeringat walaupun udara di rumahnya dingin. Nenek w merasa tidak nafsu makan sehingga BB nya turun 5 kg. terlihat lemah sehingga ketika batuk sering tidak di tutup mulutnya, dan dahaknya dibuang didapur kadang juga di kamarnya dengan alasan malas keluar. Nenek W tinggal bersama anaknya (Ny P 40 tahun) serta suamidari Ny P yaitu Tn Y (42 tahun), dan 3 orang anak dari pasangan Ny P dan Tn Y. anak pertama adalah An. A (20 tahun) yang sudah berkeluarga dan memiliki anak berusia 3 bulan, anak kedua adalah An B (17 tahun) dan ketiga adalah An. I ( 10 tahun).
Hasil observasi rumah dalam keluarga tersebut didapatkan data bahwa rumah terlihat gelap karena tidak ada pancaran sinar matahari yang masuk ke rumah. Luar rumah 38 m2 , terdiri dari 2 kamar (2x3 m) untuk nenek W, An B dan An I. 2 kamar lagi (3 x 3 m) untuk Ny P + Tn Y dan untuk An. A beserta suami dan anak nya yang masih bayi. Satu kamar mandi dan satu ruang dapur, ruang tamu hanya berbentuk lorong sisa sekat antar masing-masing kamar. Lantai rumah berbahan tanah padat yang di alas dengan karpet plastic yang nampak lembab dan kotor tidak ada fentilasi permanen dalam rumah tersebut, yang ada hanya dua jendela di ruang tamu yang kadang-kadang saja dibukanya .sehari-hari keluarga tersebut memasak dengan menggunakan kayu bakar yang asapnya mengepul di dapur sehingga keseluruh ruang. Keluarga tersebut tidak pernah membawa neneknya ke puskesmas karena menganggap batuk neneknya sudah lama, dan menganggap mungkin batuknya karena penyakit tua. Nenek W juga diminta mengasuh cicitnya (anak dari cucunya) karena orang tua bayi tersebut pergi kepasar dari pagi hingga siang. Bayi tersebut juga terlihat kurus dan batuk, namun batuknya baru 5 hari. Warga yang ada disekitar nenek W sudah merasa biasa melihat kondisi kesehatan dari keluarga nenek W, bahkan petugas kesehatan terdekat tidak pernah mengunjunginya.
Diskusikan :
1.      Diskusikan kasus tersebut secara cermat dan menyeruh
2.      Buat concept map
3.      Buat kisi-kisi pengkajian secara komprehensif
4.      Lakukan analisa data sesuai data yang ada
5.      Buat diagnose keperawatan dengan NANDA 2015 secara komprehensif
6.      Susun NOC dan NIC

Jawaban :
1.      Mendiskusikan secara cermat dan menyeluruh
2.      Concept map terlampir
3.      Kisi-kisi pengkajian
A.    Identifikasi data sosiokultural keluarga
1.      genogram keluarga
2.      Pengkajian latar belakang budaya keluarga
3.      Pengkajian etnik dan religi keluarga
4.      Pengkajian status sosiokultural dan mobilitas klassosial: status las sosial, status ekonomi, mobilitasklas sosial
B.      data lingkungan keluarga
1.      Pengkajian lingkungan rumah
a.       Berisi tentang kesehatan keluarga dan lingkungan keluarga
b.      karakteristik lingkungan rumah meliputi strkturrumah, keamanan rumah bahaya terhadapkesehatan, sumber-sumber dalam lingkunganrumah, homeless family;
2.      Pengkajian tetangga dan komunitas
a.       karakteristik tetangga dan lingkungan komunitasmeliputi karakteristik fisik dan geograpistetangga, karakteristik sosial dan demograpis tetangga
b.      kesehatan keluarga dan lingkungan sosiopolitik.
C.     struktur keluarga
1.      Pola dan proses komunikasi keluarga
a.       Secara konsep diuraikan mengenai definisi komunikasi
b.      elemen-elemen komunikasi
c.       prinsip-prinsip komunikasi
d.      media dalam komunikasi
e.       proses komunikasi fungsional
f.       proses komunikasi disfungsional
g.      pola komunikasi fungsional dalam keluarga
h.      pola komunikasi disfungsional dalam keluarga
i.        faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasikeluarga
j.        gangguan kesehatan yang berkaitan dengan komunikasidalam keluarga
2.      Kekuatan keluarga dan pengambilan keputusan
a.       Hasil-hasil kekuatan meliputi financial keluarga, socialkeluarga, major decisions, child earing
b.      Proses pengambilan keputusan: consensus, akomodasi, defacto
c.       Dasar-dasar kekuatan: legitimate power/authority,helpless/powerless power, referent power, resource andexpert power, reward power, coercive power, informationalpower (direct and indirect) affective power, tensionmanagement power
d.      Variabel-variabel yang mempengaruhi kekuatan keluarga:hirarki kekuatan keluarga, tipe dari formasi keluarga, formasidari koalisi, jaringan komunikasi keluarga, perbedaan gender,usia dan fakor siklus kehidupan keluarga, budaya dan factorinterpersonal, kelas social.
3.      Peran keluarga
a.       Struktur peran formal keluarga
b.      Struktur peran informal keluarga
c.       Model-model peran
d.      Variable-variabel yang mempengaruhi struktur peran
4.      Nilai-nilai keluarga\
a.       Dimulai dengan membandingkan dan kesesuaian nilai-nilai keluarga dengan nilai nilai budaya
b.      Disparity dalam system nilai
c.       Nilai-nilai keluarga
D.    Fungsi keluarga
1.      Fungsi afektif keluarga
a.       Hubungan nurture, kedekatan dan identifikasi
b.      Separateness and connectedness
c.       Kebutuhan keluarga dan pola-pola respon
2.      Fungsi sosialisasi keluarga
a.       Secara konsep diuraikan mengenai definisi danfactor-faktor yang mempngaruhi
b.      sosialisasi dalam konteks keluarga child rearing
c.       pola-pola sosialisasi kontemporer
d.      teori-teori yang berhubungan dengan sosialisasi
e.       perbedaan kelas social dalam sosialisas
f.       faktor lain yang berpengaruh dalam child rearing
g.      sosialisasi dan bentuk keluarga.
3.      Fungsi perawatan kesehatan keluarga
a.       Fungsi perawatan kesehatan
b.      Riwayat kesehatan keluarga
c.       Catatan kesehatan keluarga
4.      Fungsi reproduksi
a.       Berapa jumlah anak
b.      Bagaimana keluarga merencanakan jumlahanggota keluarga
c.       Metode apa yang digunakan keluarga dalamupaya mengendalikan jumlah anggota keluarga
d.      Masalah system reproduksi yang dialami
5.      Fungsi ekonomi
a.       Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhansandang, pangan dan papan
b.      Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatanstatus kesehatan keluarga
E.     Strategi stress dan koping keluarga
a.       stressor keluarga, kekuatan dan persepsi
b.      strategi koping keluarga
c.       adaptasi keluarga
d.      pemantauan stressor, koping an adaptasi setiap waktu
e.       Stressor jangka pendek dan panjang
f.       Stressor jangka pendek (kurang lebih 6 bulan)
g.      Stressor jangka panjang (lebih dari 6 bulan)
h.      Kemampuan keluarga berespon terhadapsituasi/stressor dan strategi koping yang digunakan
4.      Analisa Data sesuai data yang ada
Data Fokus
Problem
DS :
·      Keluarga tersebut tidak pernah membawa neneknya ke puskesmas karena menganggap batuk neneknya sudah lama, dan menganggap mungkin batuknya karena penyakit tua.
·      Nenek W juga diminta mengasuh cicitnya (anak dari cucunya) karena orang tua bayi tersebut pergi kepasar dari pagi hingga siang.
DO :
·      Nenek W ketika batuk sering tidak di tutup mulutnya, dan dahaknya dibuang didapur kadang juga di kamarnya dengan alasan malas keluar.
·      Hasil observasi rumah dalam keluarga tersebut didapatkan data bahwa rumah terlihat gelap karena tidak ada pancaran sinar matahari yang masuk ke rumah. Luar rumah 38 m2 , terdiri dari 2 kamar (2x3 m) untuk nenek W, An B dan An I. 2 kamar lagi (3 x 3 m) untuk Ny P + Tn Y dan untuk An. A beserta suami dan anak nya yang masih bayi.
·      Satu kamar mandi dan satu ruang dapur, ruang tamu hanya berbentuk lorong sisa sekat antar masing-masing kamar.
·      Lantai rumah berbahan tanah padat yang di alas dengan karpet plastik yang nampak lembab dan kotor tidak ada fentilasi permanen dalam rumah tersebut, yang ada hanya dua jendela di ruang tamu yang kadang-kadang saja dibukanya.
·      sehari-hari keluarga tersebut memasak dengan menggunakan kayu bakar yang asapnya mengepul di dapur sehingga keseluruh ruang.
·      Bayi tersebut juga terlihat kurus dan batuk, namun batuknya baru 5 hari.
Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga

5.      Fjh

















Tinjauan Teori
A.      Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price & Wilson, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1.      Tuberkulosis paru
2.      Bekas tuberculosis
3.      Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a.        TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda –tanda lain positif )TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan) ( Depkes RI, 2006 ).
B.        Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
C.       Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi disekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005).
D.      Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1.      Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2.      Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3.      Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4.      Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5.      Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
E.       Penatalaksanaan
1.      Pencegahan
a.        Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b.        Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa –siswi pesantren.
c.        Vaksinasi BCG
d.       Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e.        Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008)
2.      Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
F.        Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a.       Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy.
b.      Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas à SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberculosis), kerusakan parenkim berat à fibrosis paru, cor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, syndrome gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB millier dan kavitas TB.
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a.       Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
b.      Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c.       Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal
G.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a.      Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b.     Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c.      Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d.     Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e.      Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f.      Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g.     Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis,
h.     Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i.       GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j.       Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2000).







Daftar Pustaka
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, ( Edisi 3 ). Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC