KOMPREHENSIF II
PADA KELUARGA DENGAN TB PARU DAN HYGIENE SANITASI BURUK
Dosen pengampu : Fajarina Lathu, S.Kep., Ns., M. Kep
OLEH
:
KELAS
A9.2
KELOMPOK
4
- DEKA
SAPUTRA (12130057)
- WINDA
YUNIARTI (12130064)
- NI WAYAN
SURYANTINI (12130071)
- RONI LAKSONO (12130073)
- YOGA ADITIYA (12130087)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016
ASKEP KOMPREHENSIF
PADA KELUARGA DENGAN TB PARU DAN HYGIENE SANITASI BURUK
Kasus :
Nenek W berusia
60 tahun mengeluh sudah hamper 6 bulan yang lalu batuk berdahak & sesak
nafas. Nenek W juga mengeluh, pada malam hari sering berkeringat walaupun udara
di rumahnya dingin. Nenek w merasa tidak nafsu makan sehingga BB nya turun 5
kg. terlihat lemah sehingga ketika batuk sering tidak di tutup mulutnya, dan
dahaknya dibuang didapur kadang juga di kamarnya dengan alasan malas keluar.
Nenek W tinggal bersama anaknya (Ny P 40 tahun) serta suamidari Ny P yaitu Tn Y
(42 tahun), dan 3 orang anak dari pasangan Ny P dan Tn Y. anak pertama adalah
An. A (20 tahun) yang sudah berkeluarga dan memiliki anak berusia 3 bulan, anak
kedua adalah An B (17 tahun) dan ketiga adalah An. I ( 10 tahun).
Hasil observasi
rumah dalam keluarga tersebut didapatkan data bahwa rumah terlihat gelap karena
tidak ada pancaran sinar matahari yang masuk ke rumah. Luar rumah 38 m2
, terdiri dari 2 kamar (2x3 m) untuk nenek W, An B dan An I. 2 kamar lagi (3 x
3 m) untuk Ny P + Tn Y dan untuk An. A beserta suami dan anak nya yang masih
bayi. Satu kamar mandi dan satu ruang dapur, ruang tamu hanya berbentuk lorong
sisa sekat antar masing-masing kamar. Lantai rumah berbahan tanah padat yang di
alas dengan karpet plastic yang nampak lembab dan kotor tidak ada fentilasi
permanen dalam rumah tersebut, yang ada hanya dua jendela di ruang tamu yang
kadang-kadang saja dibukanya .sehari-hari keluarga tersebut memasak dengan
menggunakan kayu bakar yang asapnya mengepul di dapur sehingga keseluruh ruang.
Keluarga tersebut tidak pernah membawa neneknya ke puskesmas karena menganggap
batuk neneknya sudah lama, dan menganggap mungkin batuknya karena penyakit tua.
Nenek W juga diminta mengasuh cicitnya (anak dari cucunya) karena orang tua
bayi tersebut pergi kepasar dari pagi hingga siang. Bayi tersebut juga terlihat
kurus dan batuk, namun batuknya baru 5 hari. Warga yang ada disekitar nenek W
sudah merasa biasa melihat kondisi kesehatan dari keluarga nenek W, bahkan
petugas kesehatan terdekat tidak pernah mengunjunginya.
Diskusikan :
1. Diskusikan
kasus tersebut secara cermat dan menyeruh
2. Buat
concept map
3. Buat
kisi-kisi pengkajian secara komprehensif
4. Lakukan
analisa data sesuai data yang ada
5. Buat
diagnose keperawatan dengan NANDA 2015 secara komprehensif
6. Susun
NOC dan NIC
Jawaban :
1. Mendiskusikan secara cermat dan menyeluruh
2. Concept map terlampir
3.
Kisi-kisi pengkajian
A. Identifikasi
data sosiokultural keluarga
1.
genogram keluarga
2.
Pengkajian latar belakang budaya
keluarga
3.
Pengkajian etnik dan religi keluarga
4.
Pengkajian status sosiokultural dan
mobilitas klassosial: status las sosial, status ekonomi, mobilitasklas sosial
B. data lingkungan keluarga
1.
Pengkajian lingkungan rumah
a. Berisi
tentang kesehatan keluarga dan lingkungan keluarga
b. karakteristik
lingkungan rumah meliputi strkturrumah, keamanan rumah bahaya
terhadapkesehatan, sumber-sumber dalam lingkunganrumah, homeless family;
2.
Pengkajian tetangga dan komunitas
a. karakteristik
tetangga dan lingkungan komunitasmeliputi karakteristik fisik dan
geograpistetangga, karakteristik sosial dan demograpis tetangga
b. kesehatan
keluarga dan lingkungan sosiopolitik.
C. struktur
keluarga
1.
Pola dan proses komunikasi keluarga
a. Secara
konsep diuraikan mengenai definisi komunikasi
b. elemen-elemen
komunikasi
c. prinsip-prinsip
komunikasi
d. media
dalam komunikasi
e. proses
komunikasi fungsional
f. proses
komunikasi disfungsional
g. pola
komunikasi fungsional dalam keluarga
h. pola
komunikasi disfungsional dalam keluarga
i.
faktor-faktor yang mempengaruhi pola
komunikasikeluarga
j.
gangguan kesehatan yang berkaitan dengan
komunikasidalam keluarga
2.
Kekuatan keluarga dan pengambilan keputusan
a. Hasil-hasil
kekuatan meliputi financial keluarga, socialkeluarga, major decisions, child
earing
b. Proses
pengambilan keputusan: consensus, akomodasi, defacto
c. Dasar-dasar
kekuatan: legitimate power/authority,helpless/powerless power, referent power,
resource andexpert power, reward power, coercive power, informationalpower
(direct and indirect) affective power, tensionmanagement power
d. Variabel-variabel
yang mempengaruhi kekuatan keluarga:hirarki kekuatan keluarga, tipe dari
formasi keluarga, formasidari koalisi, jaringan komunikasi keluarga, perbedaan
gender,usia dan fakor siklus kehidupan keluarga, budaya dan
factorinterpersonal, kelas social.
3.
Peran keluarga
a. Struktur
peran formal keluarga
b. Struktur
peran informal keluarga
c. Model-model
peran
d. Variable-variabel
yang mempengaruhi struktur peran
4.
Nilai-nilai keluarga\
a. Dimulai
dengan membandingkan dan kesesuaian nilai-nilai keluarga dengan nilai nilai budaya
b. Disparity
dalam system nilai
c. Nilai-nilai
keluarga
D. Fungsi
keluarga
1.
Fungsi afektif keluarga
a. Hubungan
nurture, kedekatan dan identifikasi
b. Separateness
and connectedness
c. Kebutuhan
keluarga dan pola-pola respon
2.
Fungsi sosialisasi keluarga
a. Secara
konsep diuraikan mengenai definisi danfactor-faktor yang mempngaruhi
b. sosialisasi
dalam konteks keluarga child rearing
c. pola-pola
sosialisasi kontemporer
d. teori-teori
yang berhubungan dengan sosialisasi
e. perbedaan
kelas social dalam sosialisas
f. faktor
lain yang berpengaruh dalam child rearing
g. sosialisasi
dan bentuk keluarga.
3.
Fungsi perawatan kesehatan keluarga
a. Fungsi
perawatan kesehatan
b. Riwayat
kesehatan keluarga
c. Catatan
kesehatan keluarga
4.
Fungsi reproduksi
a. Berapa
jumlah anak
b. Bagaimana
keluarga merencanakan jumlahanggota keluarga
c. Metode
apa yang digunakan keluarga dalamupaya mengendalikan jumlah anggota keluarga
d. Masalah
system reproduksi yang dialami
5.
Fungsi ekonomi
a. Sejauhmana
keluarga memenuhi kebutuhansandang, pangan dan papan
b. Sejauhmana
keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya
peningkatanstatus kesehatan keluarga
E. Strategi
stress dan koping keluarga
a.
stressor keluarga, kekuatan dan persepsi
b.
strategi koping keluarga
c.
adaptasi keluarga
d.
pemantauan stressor, koping an adaptasi
setiap waktu
e.
Stressor jangka pendek dan panjang
f.
Stressor jangka pendek (kurang lebih 6
bulan)
g.
Stressor jangka panjang (lebih dari 6
bulan)
h.
Kemampuan keluarga berespon
terhadapsituasi/stressor dan strategi koping yang digunakan
4.
Analisa Data sesuai data yang ada
Data Fokus
|
Problem
|
DS
:
· Keluarga
tersebut tidak pernah membawa neneknya ke puskesmas karena menganggap batuk
neneknya sudah lama, dan menganggap mungkin batuknya karena penyakit tua.
· Nenek W juga
diminta mengasuh cicitnya (anak dari cucunya) karena orang tua bayi tersebut
pergi kepasar dari pagi hingga siang.
DO
:
· Nenek W ketika
batuk sering tidak di tutup mulutnya, dan dahaknya dibuang didapur kadang
juga di kamarnya dengan alasan malas keluar.
· Hasil
observasi rumah dalam keluarga tersebut didapatkan data bahwa rumah terlihat
gelap karena tidak ada pancaran sinar matahari yang masuk ke rumah. Luar
rumah 38 m2 , terdiri dari 2 kamar (2x3 m) untuk nenek W, An B dan An I. 2
kamar lagi (3 x 3 m) untuk Ny P + Tn Y dan untuk An. A beserta suami dan anak
nya yang masih bayi.
· Satu kamar
mandi dan satu ruang dapur, ruang tamu hanya berbentuk lorong sisa sekat
antar masing-masing kamar.
· Lantai rumah
berbahan tanah padat yang di alas dengan karpet plastik yang nampak lembab
dan kotor tidak ada fentilasi permanen dalam rumah tersebut, yang ada hanya
dua jendela di ruang tamu yang kadang-kadang saja dibukanya.
· sehari-hari
keluarga tersebut memasak dengan menggunakan kayu bakar yang asapnya mengepul
di dapur sehingga keseluruh ruang.
· Bayi tersebut
juga terlihat kurus dan batuk, namun batuknya baru 5 hari.
|
Ketidakefektifan
Manajemen Kesehatan Keluarga
|
5. Fjh
Tinjauan Teori
A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang
tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit (Price & Wilson, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen
infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah
penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu
suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim
paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
Klasifikasi Tuberculosis di
Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan
mikrobiologis :
1.
Tuberkulosis
paru
2.
Bekas
tuberculosis
3.
Tuberkulosis
paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (
sputum BTA negatif, tapi tanda –tanda lain positif )TB paru tersangka yang
tidak dapat diobati (sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan) (
Depkes RI, 2006 ).
B. Etiologi
Penyebab dari penyakit
tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis
yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan
bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi
penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian
dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
C. Patofisiologi
Tempat masuk kuman
mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui
(airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung
tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.
Setelah berada dalam ruangan
alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear
pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus
difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi
bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi
disekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon
berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan
fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari
lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan
lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang
dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial.
Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang
terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat
mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar betah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi
apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2005).
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala tuberculosis
menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara
lain :
1.
Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang
40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2.
Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah
pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3.
Sesak
nafas
Pada gejala awal atau penyakit
ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit
yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4.
Nyeri
dada
Gejala ini dapat ditemukan bila
infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis,
akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5.
Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang
yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin
menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin
lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
E. Penatalaksanaan
1.
Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu
pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis
paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan
missal terhadap kelompok –kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah
sakit, siswa –siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH
5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi
tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008)
2.
Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama
dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12
bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin
( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
F.
Komplikasi
Penyakit
tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy.
b.
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas à SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberculosis),
kerusakan parenkim berat à fibrosis paru, cor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, syndrome gagal nafas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB millier dan kavitas TB.
Menurut Depkes
RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :
a.
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
b.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps
dari lobus akibat retraksi bronchial.
c.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, dan ginjal
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a.
Kultur
sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b.
Ziehl-Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk
basil asam cepat.
c.
Tes
kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif.
d.
Elisa/Wostern
Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e.
Foto
thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f.
Histologi
atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g.
Biopsi
jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis,
h.
Nektrolit:
dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i.
GDA:
dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j.
Pemeriksaan
fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2000).
Daftar Pustaka
Price, Sylvia A. Dan Lorraine
M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, ( Edisi 3 ).
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda
G. Bare. 2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment