Tinjauan Teori
A.
Diabetes
Mellitus
a.
Definisi
Diabetes Mellitus
adalah sekelompok penyakit metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang di sebabkan oleh kecacatan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (American Diabetes Association (ADA)),
2009 dalam buku Smeltzer et al,
2010).
Diabetes Mellitus
adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan insulin (Bustan, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa
Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh peningkatan
kadar glukosa dalam darah dan kurangnya insulin dan aksi insulin.
b.
Etiologi
Diabetes Mellitus (DM)
1)
Diabetes
Mellitus Tipe I
a)
Faktor Genetik
Penderita DM tidak
mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecendrungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1. Kecendrungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leukocyte Antigen) .
b)
Faktor-faktor Imunologi
Adanya
respon autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c)
Faktor Lingkungan
Virus
atau toksin dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta (Padila, 2012).
2)
Diabetes
Mellitus Tipe II
Mekanisme
yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM
tipe II masih belum diketahui. Factor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Berikut
ini adalah factor-faktor resiko DM tipe II :
a)
Usia (resistensi
insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b)
Obesitas
c)
Riwayat
keluarga (Padila, 2012).
3)
Diabetes
Gestasional
a)
Metabolisme
Glukosa pada Kehamilan
Janin menggunakan glukosa aliran darah ibu pada kecepatan konstan.
Pada wanita hamil mungkin mengalami gejala hipoglikemia.
Gula darah satu jam pascaprandial meningkat setelah 20 minggu karena
peningkatan hormone tertentu yang bersifat antagonis terhadap insulin dan
membuatnya kurang efektif.
b)
Kebutuhan
Insulin Berubah Selama Kehamilan
Terdapat peningkatan kebutuhan insulin pada 20 minggu terakhir.
Apabila pankreas ibu tidak memproduksi insulin tambahan glukosa dari makanan
yang ibu makan tidak dapat digunakan oleh sel-sel ibu yang mengakibatkan hiperglikemia dan ketosis (Morgan & Hamilton, 2009).
4)
Diabetes
Mellitus Tipe Lain
a)
Penyakit
pankreas yaitu pankreatitis, Ca pankreas, dll.
b)
Penyakit
hormonal yaitu acromegali yang
menyerang sel-sel beta sehingga
hiperaktif dan rusak.
c)
Obat-obatan:
aloxan, streptozokin yang menyebabkan sitotoksin
terhadap sel-sel beta. Derivat Thiaxide yang menyebabkan
menurunya sekresi insulin (Wijaya
& Putri, 2013).
c.
Klasifikasi
Diabetes Mellitus (DM)
Menurut
Bustan, (2007) DM dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1)
Diabetes
mellitus tipe 1 (Tipe I IDDM)
Disebabkan oleh gangguan sel Beta pancreas. DM tipe 1 berhubungan dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies
(GADA). Pada DM tipe 1 terjadi destruksi sel Beta, ditandai dengan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 pada umumnya terjadi pada usia muda, sel
pembuat insulin rusak, insulin absolut dibutuhkan seumur hidup,
mendadak, bukan penyakit turunan tetapi penyakit autoimun.
2)
Diabetes
mellitus tipe 2 (DDM)
DM tipe 2 merupakan dampak dari gangguan sekresi insulin dan resistensi terhadap
kerja insulin yang sering kali disebabkan oleh obesitas (defisiensi insulin yang relative). Pada DM tipe 2 terjadi
karena faktor turunan, biasanya muncul pada saat dewasa dan lebih sering
terjadi daripada DM tipe 1.
3)
Diabetes
mellitus gestasional
DM gestasional muncul pada saat ibu hamil muda, tapi
akan normal setelah melahirkan persalinan. Pada DM gestasional yang terjadi
adalah risiko pada ibu bisa fatal dan pada janin bisa menyebabkan cacat bawaan
sampai meninggal. DM tipe ini memerlukan insulin
(sementara waktu) dan berisiko terkena DM di kemudian hari.
4)
Diabetes
mellitus tipe lain
DM tipe lain biasanya ditandai dengan kekurangan
kalori dan protein dalam jangka panjang, kurus, insulin yang dibutuhkan
absolut, faktor keturunan, infeksi, karena obat atau zat kimiawi lain dan
berkaitan dengan penyakit sistemik lain.
d.
Patofisiologi
Diabetes Mellitus (DM)
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
seperti berkurangnya pemakain glukosa
oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobiliasasi
lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal (konsentrasi glukosa
darah sebesar 160-180 mg/100 ml) akan muncul glikusoria karena tubulus-tubulus
renali tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini
akan menyebabkan diuresis osmotic
yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potassium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan muncul polidipsi.
Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien mengalami keseimbangan
protein negative dan berat badan
menurun serta pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat
untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membrane basallis dan perubahan pada
saraf perifer. Perubahan ini akan
mempermudah terjadinya ganggren pada
pasien DM yang mengalami defisiensi
insulin tidak dapat mepertahankan kadar glukosa
yang normal atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi
ambang ginjal, maka akan muncul glukosaria.
Glukosa ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan
mengeluarkan kemih (polyuria) harus terstimulasi, akibatnya pasien akan
minum dalam jumlah banyak karena glukosa
hilang bersama kemih, maka yang akan terjadi pasien akan mengalami keseimbangan
kalori negative dan berat badan berkurang.
Rasa lapar yang semakin berat (polifagia)
muncul sebagai akibat dari kehilangan kalori
(Price & Willson, 2005 dalam buku Wijaya & Putri, 2013).
e.
Manifestasi
Klinis Diabetes Mellitus (DM)
Manifestasi
klinis DM tergantung dari tingkat hiperglikemia
pasien. Manifestasi klinis klasik dari semua jenis DM meliputi 3P (Poliuria, Polidipsia dan Polifagia). Poliuria (peningkatan buang air kecil) dan polidipsia (haus
meningkat) terjadi sebagai akibat dari
hilangnya kelebihan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Pasien juga mengalami
polifagia (peningkatan
nafsu makan) yang dihasilkan dari keadaan katabolik yang
disebabkan oleh kekurangan insulin dan pemecahan
protein dan lemak.
Manifestasi klinis lain termasuk kelelahan
dan kelemahan, perubahan pandangan
secara mendadak, kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki, kulit kering,
lesi kulit dan luka yang sulit untuk disembuhkan, dan infeksi berulang.
Munculnya DM tipe 1 juga dikaitkan dengan tiba-tiba kehilangan berat badan atau
mual, muntah atau sakit perut bila DKA
(Ketodiasidosis Diabetik) ini terus berkembang (Smeltzer et al, 2010).
f.
Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus (DM)
Tujuan
utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Penatalaksanaan DM didasarkan
pada komponen-komponen dibawah ini :
1)
Diet
Diet pada pasien DM berguna untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang
disarankan bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan,
menurunkan, atau meningkatkan berat
tubuh. Rencana diet harus berkonsultasi pada ahli gizi yang terdaftar dan
beerdasarkan pada riwayat pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar
belakang budaya, dan aktivitas fisik. Untuk mencegah hiperglikemia postprandial
dan glikosuria, pasien DM tidak boleh
makan karbohidrat berlebihan. Umumnya
karbohidrat merupakan 50% dari jumlah total kalori
perhari yang dizinkan (Price & Willson, 2005).
2)
Latihan
Latihan fisik akan mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel
dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisik
sehingga hipoglikemia dapat
dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan
ambilan glukosa selama latihan fisik
dapat menimbulkan hipoglikemia.
Factor ini sangat penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik saat
insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan menyesuaikan waktu
pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan
pengontrolan kadar glukosa mereka
(Price & Willson, 2005).
3)
Pengobatan
Pada pasien DM tipe 2 dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan
menjalankan diet dan latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang
progresif, obat-obat oral hipoglikemik
juga dianjurkan. Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif (metformin dan tiazolidinedion)
insulin dan sulfonylurea. Metformin merupakan obat yang dapat menurunkan
prduksi glukosa pada usus, dan
meningkatkan kepekaan insulin,
khususnya di hati. Pemberian obat ini sebagai terapi insulin tunggal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari. Obat ini
tidak meningkatkan berat badan seperti insulin
sehingga bisa digunakan khususnya pasien DM dengan obesitas.
Tiazolidinedion dapat meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatic. Efek obat ini kelihatannya menjadi perantara
interaksi dengan proliferator peroksisom
reseptor inti yang mengaktifkan reseptor
gamma (PPAR-Gamma). Sulfonylurea berfungsi merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Obat ini tidak efektif
jika diberikan pada penderita DM tipe 1 yang telah kehilangan kemampuanya untuk
menyekresi insulin (Price &
Willson, 2005).
4)
Pendidikan
DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penangan mandiri yang khusus seumur
hidup. Diet dan latihan dapat mempengaruhi pengendalian DM, maka pasien DM
harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien DM bukan
hanya harus belajar keterampilan merawat diri-sendiri setiap hari guna
menghindari penurunan atau kenaikan kadar
glukosa darah yang mendadak tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk
menghindari komplikasi DM jangka panjang. (Semeltzer et al, 2010).
g.
Komplikasi
Diabetes Mellitus (DM)
Menurut
Price & Wilson (2005) komplikasi DM dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1)
Komplikasi
metabolik akut
Komplikasi metabolik
DM disebabkan oleh perubahan yang relative akut dan konsentrasi glukosa plasma. Berikut komplikasi akut
yang terjadi pada penderita DM :
a)
DKA (Ketodiasidosis Diabetik)
DKA
biasanya terjadi pada penderita DM tipe 1 dan menjadi komplikasi metabolic yang paling serius. Apabila
kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenensis, peningkatan lipolysis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria
dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diueresi osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.. DKA dapat
ditangani dengan memperbaiki kekacauan metabolic
akibat kekurangan insulin, memulihkan
keseimbangan air dan elektrolit dan
pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat
ketosiadosis.
b)
Hiperglikemia, Hyperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
HHNK
adalah komplikasi metabolic akut lain
yang sering terjadi pada penderita DM tipe 2 yang lebih tua. Hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600
mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, dieuretik osmotic, dan dehidrasi berat. Pada kasus ini pasien
bisa menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Pengobatan HHNK adalah rehidrasi,
penggantian elektrolit, dan insulin regular. Perbedaan utama HHNK
dengan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
c)
Hipoglikemia
Komplikasi
metabolic lain yang sering terjadi
pada penderita DM adalah hipoglikemia
(reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Gejala-gejala dari hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epineprin (berkeringat, gemetar, sakit
kepala, dan palpitasi) akibat
kekurangan glukosa dalam otak
(tingkah laku yang aneh, sensorium
yang tumpul, dan koma). Pasien DM dengan komplikasi hipoglikemia sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan
otak yang permanen atau bahkan bisa menyebabkan kematian.
Penatalaksanaan
hipoglikemia dengan pemberian karbohidrat baik oral maupun intravena.
Kadang-kadang diberikan glucagon,
suatu hormone glikogenolisis yang
diberikan secara intramuscular untuk
meningkatkan kadar glukosa darah. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien DM dapat memicu
pelepasan hormone pelawan regulator (glucagon, epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan) yang seringkali
meningkatkan kada glukosa dalam
kisaran hiperglikemia. Hipoglikemia dapat dicegah dengan
menurunkan dosis insulin untuk
menurunkan hiperglikemia.
2)
Komplikasi
metabolik kronis
Komplikasi jangka panjang dari DM meliputi komplikasi
vaskular yang melibatkan pembuluh
darah kecil (Mikrongiopati) dan
pembuluh darah sedang dan besar (Makrongiopati).
a)
Mikrongiopati
Mikrongiopati ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein dan senyawa kimia yang
berasal dari glukosa. Mikrongiopati menyerang pembuluh darah kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumelurus ginjal (nefropati
diabetik), dan saraf-saraf kapiler
(neuropati diabetik) dan otot-otot serta kulit.
Tanda
dan gejala awal retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina yang mengakibatkan
perdarahan, neovaskularisasi dan
jaringan parut dapat mengakibatkan kebutaan pada penderita DM. retinopai dapat di obati dengan
fotokoagulasi keseluruhan retina
dengan cara sinar laser difokuskan pada retina sehingga menghasilkan sekitar
1800 parut-parut korioretinal yang
ditempatkan pada katub posterior retina.
Manifestasi
dini dari neuropati berupa proteinuria dan hipertensi. Pada kasus ini apabila fungsi nefron menghilang akan menyebabkan insufisiensi ginjal dan uremia.
Pada kasus ini pasien mungkin memerlukan dialysis
atau transpaltasi ginjal.
Neuropati disebabkan oleh penimbunan sorbitol dan fruktosa
serta penurunan kadar mioinositol
yang mengganggu kegiatan metabolic
sel-sel schwan dan menyebabkan hilangnya akson. kecepatan konduksi motoric
akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati,
pasien biasanya akan muncul rasa nyeri, parestesia,
berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik
dan gangguan motoric yang disertai hilangnya refleks-refleks dalam tendon. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer seperti mononeuropati dan
polineuroapati yang akan menyebabkan ulkus kaki diabetik karena distribusi tekanan abnormal pada neurapati. Pasien dengan neuropati
otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa rasa nyeri.
b)
Makrongiopati
Makrongiopati disebabkan oleh insufisiensi
insulin yang menyebabkan gangguan berupa penimbunan sorbitol dalam intima
vascular, hiperlipoproteinemia,
kelainan pembekuan darah dan menyebabkan penyumbatan vascular. Apabila mengenai arteri-arteri perifer maka dapat
mengakibatkan insufisiensi vascular
perifer yang disertai klaudikasio
intermiten dan ganggren pada ekstremitas
serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.
No comments:
Post a Comment