adsensecham

Saturday, September 24, 2016



KASUS
ASKEP KOMPREHENSIF PASIEN DENGAN DM TIPE 2 DENGAN AMPUTASI KAKI DAN DEBRIDEMENT
Seorang perempuan berusia 60 tahun dirawat diruang penyit dalam RS Sumber Waras dengan keluhan luka di tuit kanan dan pergelangan kaki kanan sejak 2 minggu SMRS, luka dirasakan semakin besar, bernanah dan berbau. Pasien mempunyai kebiasaan tidak menggunakan alas kaki saat pasien bekerja dikebun. Pasien juga mengalami mual, muntah dan nafsu makan menurun sejak 1 bulan SMRS. BB dirasakan semakin turun (BB : 40 kg, TB : 160 cm). Pasien menyatakan mengidap kencing manis sejak 15 tahun SMRS, dengan pengobatan dan kontrol yang tidak teratur.  Pasien menjalani operasi amputasi kaki kiri 3 hari setelah masuk RS. Keluhan yang dirasakan sekarang nyeri berdenyut pada luka operasi, kondisi luka masih tampak basah, mengeluarkan seroma, jaringan belum menyatu. Klien tampak murung, sering menyendiri, menolak komunikasi dengan orang lain sering menutupi kakinya dengan selimut. Hasil laboratorium menunjukan : GDS 222 mg/dL ; Alc 7,1 %. Terapi medis : ceftriaxone 2 gr/24 jam, metronidazole 50 mg/8 jam, metformin 250 gr/8 jam, actrapid 3x4 IU.

Diskusikan
1.      Buatlah concep map pada kasus tersebut
2.      Diagnosa keperawatan apa saja yang bisa ditegakkan pada pasien
3.      Tentukan NOC sesuai prioritas diagnosa
4.      Tentukan NIC sesuai prioritas diagnosa
5.      Edukasi apa saja yang peru disampaikan kepada pasien
6.      Bagaimana perawatan berkelanjutan selama dirumah jika pasien sudah diperbolehkan pulang


Jawaban :
1.      Concept map (Terlampir)
2.      Diagnosa
§  Nyeri akut b.d agen cidera biologis
§  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
§  Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
§  Risiko ketidakseimbangan glukosa darah
3.      NOC sesuai prioritas diagnosa :
a.         Nyeri akut b.d agen cidera fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil :
1)  Pain control
·      Menyatakan timbulnya nyeri dari skala 1 ( tidak dilakukan ) menjadi skala 5 ( selalu dilakukan )
·      Menggunakan langkah-langkah non-analgesik dari skala 1 ( tidak dilakukan ) menjadi skala 5 ( selalu dilakukan)
·      Menggunakan analgesik sesuai yang di anjurkan dari skala 4 (sering dilakukan) menjadi skala 3 ( kadang-kadang dilakukan).
2)  Pain level
·      Melaporkan nyeri dari skala 1 (parah) menjadi skala 4 (ringan)
·      Ekspresi wajah menahan nyeri dari skala 1 (parah) menjadi 4 (ringan)
b.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi klien meningkat dengan kriteria hasil :
1)  Nutritional status
·      Food intake dari skala 1 (sangat menyimpang dari batas normal) menjadi skala 5 (tidak menyimpang dari skala normal.
·      Fluid intake dari skala 1 (sangat menyimpang dari batas normal) menjadi skala 5 (tidak menyimpang dari skala normal.
c.         Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan citra tubuh klien teratasi dengan kriteria hasil :
1)  Body image
·      Gambaran internal diri dari skala 1 (tidak pernah positif) menjadi skala 5 (tetap positif)
·      Kepuasan dengan penampilan tubuh dari skala 1 (tidak pernah positif) menjadi skala 5 (tetap positif)
·      Penyesuaian dengan perubahan fungsi tubuh dari skala 1 (tidak pernah positif) menjadi skala 5 (tetap positif)
d.      Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam glukosa darah klien teratasi dengan kriteria hasil :
1)  Blood Glucose Level
·      Glukosa darah dari skala 1 (sangat menyimpang dari batas normal) menjadi skala 4 (menyimpang ringan dari batas normal)
4.      NIC sesuai prioritas diagnosa :
a.       Nyeri akut b.d agen cidera fisik
1)  Pain Management
·      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
·      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
·      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
·      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
·      Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin dan guided imaginary.
·      Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
·      Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
1)  Nutrition Therapy
·      Lakukan penilian gizi
·      Pantau intake makanan/cairan dan hitung asupan kalori harian
·      Pantau kesesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan diet harian
·      Kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah kalori, dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2)  Nutritional Monitoring
·      Pantau berat badan klien
·      Monitor turgor kulit pasien
·      Monitor untuk mual dan muntah klien
·      Monitor asupan kalori dan diet
c.       Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
1)  Body Image Enhancement
·      Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan yang disebabkan oleh penyekit atau operasi
·      Bantu pasien dalam mengidentifikasi bagian tubuhnya yang memiliki persepsi positif terkait dengan mereka.
·      Identifikasi kelompok-kelompok pendukung yang tersedia untuk pasien.
d.      Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
1)  Hyperglycemia Management
·      Monitor level glukosa darah
·      Pantau tanda dan gejala hiperglikemia (poliurie, polidipsi, poliphagi, kelemahan, kelesuan, rasa tidak enak, pandangan kabur, atau sakit kepala)
·      Kolaborasi pemberian insulin
·      Dorong pasien untuk memantau diri terhadap kadar glukosa darah
·      Bantu pasien untuk menafsirkan kadar glukosa darah
·      Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan latihan
5.      Edukasi yang peru disampaikan kepada pasien :
§  Menganjurkan pola makan sehat dengan cara mengendalikan kadar glukosa dengan membatasi asupan gula maupun makanan yang mengndung karbohidrat tinggi.
§  Memberikan pengetahuan tentang pemantauan kadar glukosa secara mandiri
§  Memberikan informasi kepada keluarga dan pasien tentang cara-cara terapi insulin dan cara peberiannya dan menganjurkan agar mematuhi resep yang diberikan.
§  Menganjurkan pasien untuk melakukan perawatan kaki secara berkala dan menggunakan alas kaki saat berjalan.
§  Menganjurkan klien untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada jika terjadi masalah kesehatan.
§  Memotivasi dan mendiskusikan perepsi pasien tentang citra tubuhya saat ini dan cara meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
§  Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik
§  Jelaskan komplikasi yang mungkin muncul
6.      Perawatan berkelanjutan selama dirumah jika pasien sudah diperbolehkan pulang :
§  Anjurkan klien untuk merawat luka post amputasi
§  Anjurkan klien untuk melakukan perawatan kaki secara berkala
§  Menganjurkan klien untuk menggunakan insulin secara teratur



Tinjauan Teori
Diabetes Mellitus
A.      Definisi
Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang di sebabkan oleh kecacatan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (American Diabetes Association (ADA)), 2009 dalam buku Smeltzer et al, 2010).
Diabetes Mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan insulin (Bustan, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah dan kurangnya insulin dan aksi insulin.
B.       Etiologi Diabetes Mellitus (DM)
1.         Diabetes Mellitus Tipe I
a.         Faktor Genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leukocyte Antigen) .
b.        Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.         Faktor Lingkungan
Virus atau toksin dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta (Padila, 2012).

2.         Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM tipe II masih belum diketahui. Factor genetic memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Berikut ini adalah factor-faktor resiko DM tipe II :
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga (Padila, 2012).
3.         Diabetes Gestasional
a.       Metabolisme Glukosa pada Kehamilan
Janin menggunakan glukosa aliran darah ibu pada kecepatan konstan. Pada wanita hamil mungkin mengalami gejala hipoglikemia. Gula darah satu jam pascaprandial meningkat setelah 20 minggu karena peningkatan hormone tertentu yang bersifat antagonis terhadap insulin dan membuatnya kurang efektif.
b.      Kebutuhan Insulin Berubah Selama Kehamilan
Terdapat peningkatan kebutuhan insulin pada 20 minggu terakhir. Apabila pankreas ibu tidak memproduksi insulin tambahan glukosa dari makanan yang ibu makan tidak dapat digunakan oleh sel-sel ibu yang mengakibatkan hiperglikemia dan ketosis (Morgan & Hamilton, 2009).
4.         Diabetes Mellitus Tipe Lain
a.       Penyakit pankreas yaitu pankreatitis, Ca pankreas, dll.
b.      Penyakit hormonal yaitu acromegali yang menyerang sel-sel beta sehingga hiperaktif dan rusak.
c.       Obat-obatan: aloxan, streptozokin yang menyebabkan sitotoksin terhadap sel-sel beta. Derivat Thiaxide yang menyebabkan menurunya sekresi insulin (Wijaya & Putri, 2013).


C.       Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
Menurut Bustan, (2007) DM dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1.         Diabetes mellitus tipe 1 (Tipe I IDDM)
Disebabkan oleh gangguan sel Beta pancreas. DM tipe 1 berhubungan dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). Pada DM tipe 1 terjadi destruksi sel Beta, ditandai dengan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 pada umumnya terjadi pada usia muda, sel pembuat insulin rusak, insulin absolut dibutuhkan seumur hidup, mendadak, bukan penyakit turunan tetapi penyakit autoimun.
2.         Diabetes mellitus tipe 2 (DDM)
DM tipe 2 merupakan dampak dari gangguan sekresi insulin dan resistensi terhadap kerja insulin yang sering kali disebabkan oleh obesitas (defisiensi insulin yang relative). Pada DM tipe 2 terjadi karena faktor turunan, biasanya muncul pada saat dewasa dan lebih sering terjadi daripada DM tipe 1.
3.         Diabetes mellitus gestasional
DM gestasional muncul pada saat ibu hamil muda, tapi akan normal setelah melahirkan persalinan. Pada DM gestasional yang terjadi adalah risiko pada ibu bisa fatal dan pada janin bisa menyebabkan cacat bawaan sampai meninggal. DM tipe ini memerlukan insulin (sementara waktu) dan berisiko terkena DM di kemudian hari.
4.         Diabetes mellitus tipe lain
DM tipe lain biasanya ditandai dengan kekurangan kalori dan protein dalam jangka panjang, kurus, insulin yang dibutuhkan absolut, faktor keturunan, infeksi, karena obat atau zat kimiawi lain dan berkaitan dengan penyakit sistemik lain.
D.      Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin seperti berkurangnya pemakain glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobiliasasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml) akan muncul glikusoria karena tubulus-tubulus renali tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotic yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potassium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan muncul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien mengalami keseimbangan protein negative dan berat badan menurun serta pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membrane basallis dan perubahan pada saraf perifer. Perubahan ini akan mempermudah terjadinya ganggren pada pasien DM yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mepertahankan kadar glukosa yang normal atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka akan muncul glukosaria. Glukosa ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan mengeluarkan kemih (polyuria) harus terstimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka yang akan terjadi pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin berat (polifagia) muncul sebagai akibat dari kehilangan kalori (Price & Willson, 2005 dalam buku Wijaya & Putri, 2013).


E.       Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus (DM)
Manifestasi klinis DM tergantung dari tingkat hiperglikemia pasien. Manifestasi klinis klasik dari semua jenis DM meliputi 3P (Poliuria, Polidipsia dan Polifagia). Poliuria (peningkatan buang air kecil) dan polidipsia (haus meningkat) terjadi sebagai akibat dari hilangnya kelebihan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Pasien juga mengalami polifagia (peningkatan nafsu makan) yang dihasilkan dari keadaan katabolik yang disebabkan oleh kekurangan insulin dan pemecahan protein dan lemak.
Manifestasi klinis lain termasuk kelelahan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki, kulit kering, lesi kulit dan luka yang sulit untuk disembuhkan, dan infeksi berulang. Munculnya DM tipe 1 juga dikaitkan dengan tiba-tiba kehilangan berat badan atau mual, muntah atau sakit perut bila DKA (Ketodiasidosis Diabetik) ini terus berkembang (Smeltzer et al, 2010).
F.        Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Penatalaksanaan DM didasarkan pada komponen-komponen dibawah ini :
1.         Diet
Diet pada pasien DM berguna untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan, atau  meningkatkan berat tubuh. Rencana diet harus berkonsultasi pada ahli gizi yang terdaftar dan beerdasarkan pada riwayat pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik. Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria, pasien DM tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Umumnya karbohidrat merupakan 50% dari jumlah total kalori perhari yang dizinkan (Price & Willson, 2005).

2.         Latihan
Latihan fisik akan mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia. Factor ini sangat penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik saat insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka (Price & Willson, 2005).
3.         Pengobatan
Pada pasien DM tipe 2 dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan diet dan latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif (metformin dan tiazolidinedion) insulin dan sulfonylurea. Metformin merupakan obat yang dapat menurunkan prduksi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Pemberian obat ini sebagai terapi insulin tunggal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari. Obat ini tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga bisa digunakan khususnya pasien DM dengan obesitas.
Tiazolidinedion dapat meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatic. Efek obat ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-Gamma). Sulfonylurea berfungsi merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Obat ini tidak efektif jika diberikan pada penderita DM tipe 1 yang telah kehilangan kemampuanya untuk menyekresi insulin (Price & Willson, 2005).
4.         Pendidikan
DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penangan mandiri yang khusus seumur hidup. Diet dan latihan dapat mempengaruhi pengendalian DM, maka pasien DM harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien DM bukan hanya harus belajar keterampilan merawat diri-sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi DM jangka panjang. (Semeltzer et al, 2010).
G.      Komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
Menurut Price & Wilson (2005) komplikasi DM dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1.        Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik DM disebabkan oleh perubahan yang relative akut dan konsentrasi glukosa plasma. Berikut komplikasi akut yang terjadi pada penderita DM :
a.         DKA (Ketodiasidosis Diabetik)
DKA biasanya terjadi pada penderita DM tipe 1 dan menjadi komplikasi metabolic yang paling serius. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenensis, peningkatan lipolysis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diueresi osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.. DKA dapat ditangani dengan memperbaiki kekacauan metabolic akibat kekurangan insulin, memulihkan keseimbangan air dan elektrolit dan pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketosiadosis.
b.        Hiperglikemia, Hyperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
HHNK adalah komplikasi metabolic akut lain yang sering terjadi pada penderita DM tipe 2 yang lebih tua. Hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, dieuretik osmotic, dan dehidrasi berat. Pada kasus ini pasien bisa menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular. Perbedaan utama HHNK dengan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
c.         Hipoglikemia
Komplikasi metabolic lain yang sering terjadi pada penderita DM adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Gejala-gejala dari hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epineprin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi) akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Pasien DM dengan komplikasi hipoglikemia sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan bisa menyebabkan kematian.
Penatalaksanaan hipoglikemia dengan pemberian karbohidrat baik oral maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glucagon, suatu hormone glikogenolisis yang diberikan secara intramuscular untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien DM dapat memicu pelepasan hormone pelawan regulator (glucagon, epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan) yang seringkali meningkatkan kada glukosa dalam kisaran hiperglikemia. Hipoglikemia dapat dicegah dengan menurunkan dosis insulin untuk menurunkan hiperglikemia.
2.        Komplikasi metabolik kronis
Komplikasi jangka panjang dari DM meliputi komplikasi vaskular yang melibatkan pembuluh darah kecil (Mikrongiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (Makrongiopati).
a.       Mikrongiopati
Mikrongiopati ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein dan senyawa kimia yang berasal dari glukosa. Mikrongiopati menyerang pembuluh darah kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumelurus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf kapiler (neuropati diabetik) dan otot-otot serta kulit.
Tanda dan gejala awal retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina yang mengakibatkan perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut dapat mengakibatkan kebutaan pada penderita DM. retinopai dapat di obati dengan fotokoagulasi keseluruhan retina dengan cara sinar laser difokuskan pada retina sehingga menghasilkan sekitar 1800 parut-parut korioretinal yang ditempatkan pada katub posterior retina.
Manifestasi dini dari neuropati berupa proteinuria dan hipertensi. Pada kasus ini apabila fungsi nefron menghilang akan menyebabkan insufisiensi ginjal dan uremia. Pada kasus ini pasien mungkin memerlukan dialysis atau transpaltasi ginjal.
Neuropati disebabkan oleh penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang mengganggu kegiatan metabolic sel-sel schwan dan menyebabkan hilangnya akson. kecepatan konduksi motoric akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati, pasien biasanya akan muncul rasa nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motoric yang disertai hilangnya refleks-refleks dalam tendon. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer seperti mononeuropati dan polineuroapati yang akan menyebabkan ulkus kaki diabetik karena distribusi tekanan abnormal pada neurapati. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa rasa nyeri.
b.      Makrongiopati
Makrongiopati disebabkan oleh insufisiensi insulin yang menyebabkan gangguan berupa penimbunan sorbitol dalam intima vascular, hiperlipoproteinemia, kelainan pembekuan darah dan menyebabkan penyumbatan vascular.  Apabila mengenai arteri-arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vascular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan ganggren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.












Daftar Pustaka

Smeltzer & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC
Herdman, T. Heather. 2015–2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Dochter, Joanne McCloskey & Gloria M. Bulechek. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA : Mosby, Inc
Moordead, Sue [et al]. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA : Mosby, Inc



No comments: